Pku
Realisasi APBD Riau TA 2015 Hanya 64 Persen, SiLPA Rp 3,5 Triliun
Fitra: Akibat Sistem Perencanaan Keuangan
Buruk
Pekanbaru (SIB)
Realisasi APBD Provinsi Riau
Tahun Anggaran 2015 hanya sekitar 64 persen sehingga menyebabkan sisa lebih
perhitungan anggaran (SiLPA) mencapai Rp 3,5 triliun. SiLPA tersebut telah ditampung di anggaran
pendapatan APBD Riau TA 2016 yang telah disahkan 16 Desember lalu.
Pelaksana Tugas (PLt) Gubernur
Riau Arsyadjuliandi Rachman kepada pers, kemarin, mengakui rendahnya realisasi
anggaran tersebut. Ia mengatakan,
sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkup Pemprov Riau tercatat sangat
rendah realisasi anggarannya sehingga total realisasi hanya sekitar 64 persen.
Ketua Forum Indonesia Untuk
Transparansi Anggaran (Fitra) Provinsi Riau Usman, Senin (4/1) kepada pers
mengatakan, rendahnya realisasi anggaran sehingga SiLPA begitu tinggi itu
terjadi akibat sistem perencanaan keuangan yang buruk. Realisasi anggaran Provinsi Riau itu termasuk
paling rendah di Indonesia.
“Kenapa
SiLPA APBD Provinsi Riau tahun 2015 begitu besar dansebenarnya ini bukan hanya
2015 tapi dari tahun ke tahun meningkat, ini karena sistem perencanaan keuangan
buruk. Kenapa? karena memang pengesahan APBD saja sudah tidak sesuai jadwal. Sebenarnya
di tingkat bawah disiplin waktu, yaitu mulai dari musrenbang tingkat desa, tingkat
kabupaten. Tapiketika sampai di tingkat provinsi
pembahasan anggaran menjadi molor karena ada tarik ulur kepentingan antara
eksekutif dan legislatif. Ditambah lagi proses pembahasan dan perencanaan itu
tidak dilaksanakan dengan transparan, tidak partisipatif dan tidak melibatkan
masyarakat sehingga kontrol dari masyarakat lemah dan mereka seenaknya saja,”
papar Usman.
Menurutnya, SiLPA Provinsi Riau yang meningkat dari tahun
ke tahunitu juga terjadi karena pagu anggaran di SKPD terlalu besar. “Mereka (SKPD) tidak bisa mengukur kekuatan
kekuangan yang mampu mereka laksanakan.
Bayangkan saja, APBD Perubahan Provinsi Riau Tahun 2015 disahkan pertengahan
November 2015, itu kan seperti kerja gila. Siapa yang akan sanggup melaksanakan
kegiatan pekerjaan di akhir tahun yang jumlahnya Rp 500 juta sampai 1 miliar,
tak ada yang berani. Kemudian pagu anggaran yang besar itu tidak mampu diserap
oleh pejabat, akhirnya yang dirugikan ya masyarakat. Ini bukan hanya di pemprov
riau, tapi juga di kabupaten/kota di Riau,”
jelasnya.
Melihata
fakta SiLPA Rp 3,5 triliun dan realisasi anggaran 64 persen itu, lanjutnya,
bisa dikatakan pemerintah hanya melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat
seremonial dan tidak ada hubungan langsung dengan masyarakat, misalnya
lokakarya, seminar, sehingga akhirnya yang terserap hanya belanja pegawai,
belanja rutin, gaji pegawai dan tunjangan.
“Dari
63 persen lebih penyerapan APBD Riau TA 2015 itu bisa dipilah, untuk fisik berapa, untuk
belanja langsung berapa, untuk belanja tidak langsung berapa. Kami melihat,
tahun 2015 hampir tidak ada pembangunan. Artinya sistem perencanaan buruk
sehingga harus ada perbaikan tata kelola keuangan provinsi secara menyeluruh
dan komprehensif,” tandasnya. (R22)
Komentar
Posting Komentar