TWI Sitinjo, Ikon Baru Kabupaten Dairi Menuai Prasamya Wirakarya
TWI Sitinjo, Ikon Baru
Kabupaten Dairi Menuai Prasamya Wirakarya
* Bupati Dairi akan Terima
Penghargaan dari Presiden Atas Prestasi Pembangunan TWI
Laporan : Herry Suranta Surbakti, SH
Wartawan SIB
"Jangan mengaku pernah ke Dairi
kalau belum ke Taman Wisata Iman (TWI)
Sitinjo". Ungkapan ini mungkin
terdengar berlebihan, tapi sebenarnya tidak.
Setelah kopi sidikalang (yang tampaknya kini kian terpinggirkan), kini
muncul ikon baru Kabupaten Dairi : ya itu tadi, TWI Sitinjo.
Apa buktinya TWI Sitinjo jadi ikon
baru Dairi? Berlembar-lembar tulisan mungkin sudah menjelaskan hal itu. Fakta bahwa hampir semua tamu (baik pejabat,
politisi, pengusaha dan lainnya) yang datang ke Dairi pasti dibawa berkunjung
ke TWI juga menunjukkan hal itu. Mulai
dari Menteri, dubes atau konsul jenderal negara asing hingga pengusaha dan
pejabat lainnya yang datang ke Dairi pasti dibawa ke TWI, seakan menegaskan
bahwa ke Dairi kurang berkesan kalau tidak melihat TWI.
Angka-angka berikut mungkin bisa menunjukkan
betapa TWI begitu ramai dikunjungi orang setiap pekan. Menurut data Dinas Pariwisata, Kebudayaan dan
Perhubungan Kabupaten Dairi, hingga Juli tahun ini saja tercatat sudah 112.479
orang yang berkunjung. Sedangkan
sepanjang Juli hingga Desember 2005 (tahun mulai dibukanya TWI untuk umum)
tercatat 31.776 pengunjung. Tahun
berikutnya, 2006, total 171.812 pengunjung yang datang. Lalu pada 2007 meningkat lagi jadi 216.998
orang.
Gubernur Sumut H Syamsul Arifin SE
pun saat penutupan Pesta Danau Toba, (PDT) Jumat (18/7) kemarin di Parapat,
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, "Setelah PDT ini akan
digelar Pesta Mejuah-juah di Kabupaten Karo.
Insya Allah Pak Presiden bisa hadir sebab di sana banyak pegunungan yang
perlu diperhatikan. Setelah itu kalau
bisa hadir di Dairi sebab di sana juga ada Taman Wisata Iman yang dijadikan
obyek wisata dimana telah berdiri segala rumah ibadah berbagai
agama." Artinya, Gubsu pun telah
mempromosikan TWI ini kepada Presiden.
Bukankah itu luar biasa?!
TWI terletak di sebuah perbukitan di
kawasan Sitinjo (sebelum dimekarkan jadi Kecamatan Sitinjo, dulunya masuk
Kecamatan Sidikalang). Letaknya
kira-kira 3 kilometer sebelum mencapai kota Sidikalang (ibukota kabupaten
Dairi) dan dapat ditempuh sekitar 3 jam perjalanan dari Medan.
Dengan luas areal mencapai 13 hektare
dan konstur perbukitan dan lembah yang begitu alami, TWI benar-benar tempat
wisata religius, atau bisa juga dikatakan spiritual. Gambaran ideal kerukunan umat beragama
barangkali dapat terlihat di sini, dengan rumah-rumah ibadah agama-agama besar
di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Budha dan Hindu berdiri megah, tertata rapi
dan mengagumkan.
Ciri khas TWI, adanya semacam 'situs-situs' atau relief
yang menggambarkan peristiwa keagamaan, misalnya saja 'Bukit Golgota' (tempat
penyaliban Yesus Kristus sebagaimana tertulis dalam Injil), 'Gua Bunda Maria'
'14 perjalanan salib', 'Perahu Nabi Nuh' (tahap penyelesaian), juga tempat
latihan manasik haji. Kebersihan TWI
juga cukup terjaga, terbukti sejauh ini belum terdengar pengunjung mengeluhkan
kebersihan lokasi ini.
"Ketika kerinduan kita untuk
mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa dan menyatu dengan alam ciptaan-Nya
yang agung dalam suasana hening dan sejuk, semuanya itu bisa kita dapatkan di
sini, di TWI," ujar Kadis Pariwisata Kebudayaan dan Perhubungan Dairi Drs
Pardamean Silalahi dalam percakapan dengan SIB, belum lama ini.
Silalahi menjelaskan, didirikannya TWI
bertujuan meningkatkan kualitas beragama para pengunjung, membuat hubungan
antarumat beragama makin serasi dan harmonis serta memberi dorongan untuk
masuknya investor dalam bidang pariwisata.
Nilai-nilai religius tempat ini
sangat tinggi. Misalnya saja, pengunjung
yang beragama Islam dapat melaksanakan sholat dan sembahyang di Masjid yang
berada di atas bukit, begitu juga yang beragama Nasrani dapat ke beribadah ke
gereja yang ada di sini atau berdoa di Gua Bunda Maria, demikian juga bagi umat
Hindu dan Budha ada lokasi untuk mereka, jelasnya.
Selain rumah ibadah lima agama,
pengunjung juga dapat menikmati pemandangan alam yang indah dari bukit serta
wisata sungai/alam. Terdapat jalan
setapak yang menghubungkan semua lokasi di TWI sehingga pengunjung juga dapat
sekalian melakukan jogging track.
PENGHARGAAN, PENGAKUAN
Pembangunan TWI digagas Bupati Dairi
DR MP Tumanggor. Banyak orang heran
sekaligus kagum, bagaimana lokasi yang tadinya hutan kecil di perbukitan dan
lembah tersebut bisa ‘disulap’ menjadi tempat yang indah dan menakjubkan dengan
bangunan-bangunan bernafaskan keagamaan.
Sebagian orang menilai, ide pembangunan TWI tentunya lahir dari
pemikiran cemerlang dan brilian.
Hutan kecil agak terlantar dengan
konstur berbukit-bukit itu kemudian mulai dipoles. Pada 2001, TWI mulai dibangun dengan
peletakan batu pertama oleh Menteri Agama (waktu itu) Said Agil Husin Almunawar
pada Februari 2001. Dikerjakan setahap
demi setahap sesuai dengan ketersediaan dana yang lebih banyak mengandalkan
bantuan dari donatur, akhirnya sekitar
empatsetengah tahun kemudian, persisnya Juli 2005 TWI mulai dibuka untuk umum.
Jadi, demikianlah, bila pada Sabtu
atau Minggu anda berkunjung ke TWI, hampir dapat dipastikan tempat itu begitu
ramai dan padat pengunjung. Padahal,
sebenarnya, TWI belum diresmikan.
Sementara itu diperoleh informasi,
Bupati Dairi DR MP Tumanggor pada 16 Agustus mendatang di Istana Negara akan
menerima penghargaan Prasamya Wirakarya dari Presiden SBY atas prestasi
pembangunan lokasi wisata religi Taman Wisata Iman Sitinjo. Bupati
yang ditanya wartawan baru-baru ini, membenarkan hal itu. "Rencananya memang begitu dan sebenarnya
ini merupakan pengakuan atas TWI ini," ujarnya.
Sebenarnya pula, penganugerahan
penghargaan itu juga membuktikan hasil kerja jajaran Pemkab Dairi dalam
membangun dan mengelola TWI sudah diakui secara nasional. Tapi, tentu saja,
pembenahan dan perbaikan harus terus dilakukan.
Apa yang kurang
pada TWI? Barangkali tidak banyak. Salah satunya, perlunya penataan pedagang
suvenir di kompleks TWI sehingga lebih sejuk dipandang mata dan menjadi nilai
tambah tersendiri. Hal lain adalah
perlunya terus ditanamkan 'kesadaran wisata' bagi masyarakat di sekitar TWI. Betapapun, keramahtamahan warga merupakan
prasyarat untuk kemajuan suatu lokasi obyek wisata.
Dalam konteks kepariwisataan Dairi,
sewajarnya pula dipikirkan pengembangan ataupun penataan kota Sidikalang agar
pengunjung dari TWI yang jumlahnya mencapai ribuan orang per minggu itu
tertarik masuk dan singgah di Sidikalang.
Sejauh ini, sedikit sekali pengunjung TWI masuk ke Sidikalang, mungkin
karena merasa tak ada yang menarik dilihat.
Lebih dari itu semua, persoalan masih
rusak parahnya jalan dari Tanah Karo (mulai dari Merek) hingga ke Sidikalang
merupakan persoalan tersendiri dan sangat berpengaruh. Rusaknya infrastruktur jalan pasti jadi
kendala dalam usaha kepariwisataan, di manapun itu. Wisatawan butuh jalan yang nyaman dilalui. Karenanya, pihak Pemkab Dairi tidak bisa
tutup mata atas hal ini karena merupakan tugas semua pihak agar jalan negara
itu bisa segera diperbaiki.
Jika beberapa catatan kekurangan itu
bisa tercapai, niscaya TWI akan menjadi milik dan kebanggaan semua masyarakat,
tidak hanya di Dairi tapi juga Sumatera Utara.
SUMBER : Harian Sinar
Indonesia Baru (SIB)
Komentar
Posting Komentar