pku





Sekilas Tentang Manahara Manurung, Putera Porsea yang Kini jadi Wakil Ketua DPRD Riau
 
 
 
 
 
 
Barangkali belum banyak orang yang tahu ada putera asal Toba Samosir (Tobasa) yang kini duduk sebagai wakil ketua DPRD Provinsi Riau.  Ia adalah Manahara Manurung, pria kelahiran Porsea Kabupaten Tobasa, 4 Januari 1962.
Ditemui di ruangannya, Kamis (19/11) kemarin di Kantor DPRD Riau di Jalan Sudirman Pekanbaru, Manahara bercerita tentang perjalanan hidupnya. Masa kecilnya ia habiskan di Porsea. SD, SMP dan SMA ia jalani di kota kecil itu. “Saya tamat dari SMA Negeri Narumonda,” jelasnya.
 Pada 1988, setahun setelah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Tehnik Bangunan IKIP Medan (sekarang Universitas Negeri Medan atau Unimed), ia merantau ke Pekanbaru.  Ia tidak merinci latar belakang atau alasan merantau ke Pekanbaru.  Sempat dua tahun bekerja di sebuah perusahaan kontraktor pembangunan jalan di Riau, pada 1990 ia kemudian melamar jadi PNS dan, berkat kecerdasannya, diterima sebagai guru. Ia kemudian diperbantukan ke sekolah swasta STM Budi Dharma Bangkinang Riau
Manahara menekuni profesi guru sekitar delapan tahun.  Pada 1998, saat masa awal Reformasi, ia mengambil keputusan penting: meninggalkan dunia pendidikan dan terjun ke dunia politik.  Alasannya, karena ia lebih hobi politik.  Begitulah, pada Pemilu 1999, saat itu usianya 37 tahun, Manahara maju menjadi calon anggota legislatif untuk Kota Pekanbaru dari PDI Perjuangan, partai tempatnya bernaung sejak awal terjun ke politik.  Ia kemudian terpilih sebagai anggota DPRD Pekanbaru periode 1999-2004.  Setelah sempat “istirahat” selama lima tahun, pada Pemilu 2014 ia terpilih menjadi anggota DPRD Riau dan menduduki posisi wakil ketua dewan.
 “Saya tidak ingin tulisan profil ini nantinya bernada menyombongkan, lebih bagus biasa-biasa saja,” katanya kalem saat awal wawancara.
Bagaimana pandangannya tentang masyarakat asal Sumatera Utara yang banyak memilih tinggal atau bekerja di Riau?  Menurut Manahara, masyarakat asal Sumut punya kemampuan beradaptasi yang bagus dan cepat di lingkungan baru, juga memiliki rasa toleransi dan mencintai kerukunan, tak ubahnya seperti dari pepatah “Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.  Sementara di sisi lain, masyarakat Riau juga begitu terbuka kepada para perantau. 
27 tahun tinggal di Riau telah mengajarkannya banyak hal dalam bermasyarakat.  “Orang Riau asal Sumut, hidup di sini, cari makan di sini, tentunya kita harus jadi orang Riau yang benar, meski tentu saja tanpa meninggalkan identitas dan budaya kita,” katanya.  Ia lebih memilih istilah “orang Riau asal Sumut” daripada “orang Sumut yang tinggal di Riau.
Ayah tiga anak (yang sulung dan nomor dua masih kuliah di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Hukum di Pulau Jawa, sedangkan yang bungsu sekolah di  SMA di Pekanbaru) hasil pernikahannya dengan Sorta Siregar itu mengatakan, peran masyarakat asal Sumut terlihat hampir di semua bidang di Riau, termasuk pertanian, perkebunan dan pemerintahan.  Tapi memang lebih banyak di sektor perkebunan, terutama perkebunan sawit.
Kedepan, katanya, peran masyarakat asal Sumut di Riau tentunya bisa lebih dioptimalkan lagi di karena memang kesempatan untuk itu begitu terbuka, mengingat Riau merupakan daerah strategis yang kini berkembang pesat dengan banyak sektor andalan.
Banyak “orang kita” atau orang Riau asal Sumut berinvestasi di bidang perkebunan dan sedikit atau banyak telah membantu pemerintah dalam bidang ekonomi, tuturnya.  Demikianlah sekilas tentang Manahara. (Herry Suranta Surbakti)
 
Dimuat di Harian SIB, Minggu 29 November 2015 , halaman 18.
 
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perayaan Natal Lansia PGI Se-Provinsi Riau di HKBP Maranatha Pekanbaru Penuh Sukacita

BPP Mamre GBKP Puji Pengurus Klasis Riau-Sumbar yang Teratur Gelar RPL